IN ENGLISH (ABRIDGED) 

 

He was Al-Imam Ja’far bin Muhammad Al-Baqir
bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain bin Sayyidina Ali bin Abi Talib (May
Allah Grant Peace to them). He was known as Ash-Shodiq (Siddique), which is the
Truthful.

He was fondly called by the name Abu Abdullah
or Abu Ismail (Son of the Servant of
Allah or Son of Ismail
). His mother was Farwah binti Qassim bin Muhammad
bin AbuBakr Ash-Siddiq. And his mother’s mother (i.e. his maternal grandmother) was Asma binti Abdurrahman bin AbuBakr
As-Siddiq. Due to the marriage between maternal grandfather to his paternal
grandmother, and thus re-joining his lineage he once said that “AbuBakr (Ash-Shodiq) has given birth two times”.

Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq was born in the
town of Madinah on Monday, the 13 night of Rabi-ul Awal 80 Hijriah (some commentators suggest that the year of
birth is 83 Hijriah
). Many Great Scholars seeked knowledge from him, among
them are Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraid, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan
bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Su’bah and Ayyub. Most of the knowledge that he had
amassed was disseminated, as such his name gained popularity internationally.
Umar bin Miqdam once said, “When I glanced at Ja’far bin Muhammad, I was
certain without a doubt on his Prophetic Lineage”.

 

Some of the words of Wisdom from Al-Imam
Ja’far Ash-Shodiq are:

  • There is no provision that is
    more important than devoutness. There is no action that is better than silence.
    There is no enemy greater than ignorance. There is no ailment greater than the
    act of lying.
  • If you hear a profession from a
    fellow Muslim, bring this profession to the best of places you can find. If you
    are unable to find a suitable place of collection for this profession, hence
    you should fault yourself.
  • If you had dome a bad deed, ask
    forgiveness, as bad deeds are a burden put on the necks on man before they were
    created.  Massive destruction is imminent
    when bad deeds are allowed to carry on.
  • Whoever finds that their
    fortune (rizk) seems to come late, therefore seek forgiveness from Allah
    (istighfar).  Whosoever is
    spell-boud/amazed with something that he/she wants, therefore supplicate with
    “masya’allah laa quwwata illa billah” ( Masya’allah There is no strength except
    from Allah)
  • Allah had ordered the world,
    “Respect the people or beings who respect and serve Me, and make it difficult
    for those who respect and serve you”
  • Fuqaha are those who hold the
    the message/commands of the Prophets, as long as they do not enter the gates of
    the ruler.

 

IN MALAY 

 

Beliau adalah Al-Imam Ja’far bin Muhammad Al-Baqir
bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi
mereka semua). Beliau terkenal dengan julukan Ash-Shodiq (orang yang
jujur). 

Beliau biasa dipanggil dengan panggilan Abu Abdullah dan juga
dengan panggilan Abu Ismail. Ibu beliau adalah Farwah bintu Qasim bin
Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Sedangkan ibu dari Farwah adalah Asma bintu
Abdurrahman bin Abubakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, beliau (Al-Imam Ja’far
Ash-Shodiq) pernah berkata, “Abubakar (Ash-Shiddiq) telah melahirkanku dua
kali.”

Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq dilahirkan di kota
Madinah pada hari Senin, malam ke 13 dari Rabi’ul Awal, tahun 80 H (ada yang
menyebutkan tahun 83 H). Banyak para imam besar (semoga Allah meridhoi mereka)
yang mengambil ilmu dari beliau, diantaranya Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraid, Imam
Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Su’bah dan Ayyub.
Banyak ilmu dan pengetahuan yang diturunkan dari beliau, sehingga nama beliau
tersohor luas seantero negeri. Umar bin Miqdam berkata, “Jika aku melihat
kepada Ja’far bin Muhammad, aku yakin bahwa beliau adalah keturunan nabi.”

Sebagian dari mutiara kalam beliau (Al-Imam
Ja’far Ash-Shodiq) adalah :

“Tiada bekal yang lebih utama daripada takwa.
Tiada sesuatu yang lebih baik daripada diam. Tiada musuh yang lebih berbahaya
daripada kebodohan. Tiada penyakit yang lebih parah daripada berbohong.”

“Jika engkau mendengar suatu kalimat dari
seorang muslim, maka bawalah kalimat itu pada sebaik-baiknya tempat yang engkau
temui. Jika engkau tak mampu untuk mendapatkan wadah tempat kalimat tersebut,
maka celalah dirimu sendiri.”

“Jika engkau berbuat dosa, maka memohon
ampunlah, karena sesungguhnya dosa-dosa itu telah dibebankan di leher-leher
manusia sebelum ia diciptakan. Dan sesungguhnya kebinasaan yang dahsyat itu
adalah terletak pada melakukan dosa secara terus-menerus.”

“Barangsiapa yang rizkinya lambat, maka
perbanyaklah istighfar. Barangsiapa yang dibuat kagum oleh sesuatu dan
menginginkannya demikian terus, maka perbanyaklah ucapan maa syaa-allah laa
quwwata illa billah.”

“Allah telah memerintahkan kepada dunia,
‘Berkhidmatlah kepada orang yang berkhidmat kepadaku, dan buatlah payah orang
yang berkhidmat kepadamu.’ “

“Fugaha itu orang yang memegang amanah para
rasul, selama tidak masuk ke dalam pintu-pintu penguasa.”

“Jika engkau menjumpai sesuatu yang tidak
engkau sukai dari perbuatan saudaramu, maka carilah satu, atau bahkan sampai
tujuh puluh alasan, untuk membenarkan perbuatan saudaramu itu. Jika engkau masih
belum mendapatkannya, maka katakanlah, ‘Semoga ia mempunyai alasan tertentu
(kenapa berbuat demikian) yang aku tidak mengetahuinya.’ “

“Empat hal yang tidak seharusnya bagi
seorang yang mulia untuk memandang rendah : bangunnya dia dari tempat duduknya
untuk menemui ayahnya, berkhidmatnya dia kepada tamunya, bangunnya dia dari atas
binatang tunggangannya, dan berkhidmatnya dia kepada seorang yang menuntut ilmu
kepadanya.”

“Tidaklah kebaikan itu sempurna kecuali
dengan tiga hal : menganggapnya rendah (tidak berarti apa-apa), menutupinya dan
mempercepatnya. Sesungguhnya jika engkau merendahkannya, ia akan menjadi agung.
Jika engkau menutupinya, engkau telah menyempurnakannya. Jika engkau
mempercepatnya, engkau akan dibahagiakannya.”

Dari sebagian wasiat-wasiat beliau kepada
putranya, Musa :

“Wahai putraku, barangsiapa yang menerima
dengan ikhlas apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada rizki, maka ia
akan merasa berkecukupan. Barangsiapa yang membentangkan matanya untuk melihat
apa-apa yang ada di tangannya selainnya, maka ia akan mati miskin. Barangsiapa
yang tidak rela dengan apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada rizki,
maka berarti ia telah menuduh Allah di dalam qadha’-Nya.”

“Barangsiapa yang memandang rendah
kesalahannya sendiri, maka ia akan membesar-besarkan kesalahan orang lain.
Barangsiapa yang memandang kecil kesalahan orang lain, maka ia akan memandang
besar kesalahannya sendiri.”

“Wahai anakku, barangsiapa yang membuka
kesalahan orang lain, maka akan dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya.
Barangsiapa yang menghunuskan pedang kezaliman, maka ia akan terbunuh dengannya.
Barangsiapa yang menggali sumur agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka ia
sendirilah yang nanti akan jatuh ke dalamnya.”

“Barangsiapa yang masuk ke dalam
tempat-tempat orang-orang bodoh, maka ia akan dipandang rendah. Barangsiapa yang
bergaul dengan ulama, ia akan dipandang mulia. Barangsiapa yang masuk ke dalam
tempat-tempat kejelekan, maka ia akan dituduh melakukan kejelekan itu.”

“Wahai putraku, janganlah engkau masuk di
dalam sesuatu yang tidak membawa manfaat apa-apa kepadamu, supaya engkau tidak
menjadi hina.”

“Wahai putraku, katakanlah yang benar,
walaupun berdampak baik kepadamu ataupun berdampak buruk.”

“Wahai putraku, jadikan dirimu memerintahkan
kebaikan, melarang kemungkaran, menyambung tali silaturrahmi kepada seorang yang
memutuskan hubungan denganmu, menyapa kepada seorang yang bersikap diam
kepadamu, dan memberi kepada seorang yang meminta darimu. Jauhilah daripada
perbuatan mengadu domba, karena hal itu akan menanamkan kedengkian di hati
manusia. Jauhilah daripada perbuatan membuka aib-aib manusia.”

“Wahai putraku, jika engkau berkunjung, maka
kunjungilah orang-orang yang baik, dan janganlah mengunjungi orang-orang
pendusta.”

Beliau (Al-Imam Ja’far Ash-Shodiq) meninggal di
kota Madinah pada malam Senin, pertengahan bulan Rajab, tahun 148 H dan
disemayamkan di pekuburan Baqi’ di dalam qubah Al-Abbas, dekat dengan makam
ayahnya, kakeknya dan paman kakeknya Hasan bin Ali. Beliau meninggalkan lima
orang putra, yaitu Muhammad, Ismail, Abdullah, Musa dan Ali Al-‘Uraidhi (kakek
daripada keluarga Ba’alawy).

Original Text : Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba’alawy

Author : Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy


English Abridged Translation by
: Haddad bin Habib Abdurrahman Alhaddad

Shares